Aku duduk di atas rumput taman yang hijau, sesekali kuseka keringat yang membasahi keningku karena teriknya matahari di siang bolong seperti ini. Hanya angin sepoi-sepoi yang sedikit berhembus dan merontokkan dedaunan kering dari pohon mahoni tempat aku berteduh. Kulirik jam mungil berwarna pink pemberian Raka saat ultahku yang ke-15 tahun lalu di pergelangan tanganku, hampir pukul setengah 1. Padahal dia berjanji akan datang pukul 12, tidak biasanya dia ngaret.
Aku sedang menunggu Raka, sahabatku dari kecil yang selalu ada di saat suka dan duka. Tinggi, putih, agak gemuk tapi dia lucu. Tingkahnya nggemesin seperti anak kecil, celotehannya tak pernah ada habisnya, dia tipe orang ramai and tak bisa diam. Sejak SD, kami sudah akrab. Kemanapun pergi selalu bersama. Berangkat sekolah, mengerjakan PR, jalan-jalan, dan seperti sekarang ini. Janjian di taman pukul 12 siang untuk mencari kupu-kupu indah yang Raka yakini hanya muncul di kala hari minggu yang terik seperti ini. Aneh memang kedengarannya tapi aku nurut saja apa kata Raka. Apalagi bermain bersama Raka dan menghabiskan waktu bersamanya sangatlah menyenangkan. Aku bisa melupakan hal-hal yang membuatku sedih, I can refresh my mind with Raka.
Raka is my “best friend forever”, itu yang sering dia katakan padaku. Sosoknya yang lugu dan tidak banyak tingkah membuatku sangat nyaman berada disisinya. Mungkin karena itu juga sampai saat ini belum terfikir olehku untuk mencari seorang ‘pacar’ karena dengan bersama Raka, aku merasa sudah cukup. Dia yang bisa menghiburku disaat aku sedih, memberikan lelucon-lelucon konyol dan tebakan aneh, mengajakku makan di warung tenda yang ujungnya bayar sendiri-sendiri. Atau kalau kami sedang benar-benar BT, kami membawa sebuah kamera digital dan perlengkapan piknik lainnya untuk sekedar makan bersama di bawah pohon mahoni yang rindang di pinggiran taman dekat rumah kami. Tak ketinggalan aksi narsis-narsisan kami hingga menjelang sore. Alhasil, banyak sekali koleksi foto-foto kami sekarang.
Sudah 29 menit lebih 55 detik namun belum ada tanda- tanda kedatangan Raka. Selama ini, kami mempunyai komitmen bahwa toleransi terlambat janjian adalah 30 menit pas. Jika salah satu diantara kami tidak muncul juga maka kami boleh meninggalkan tempat.
“ Kurang 5detik, “ batinku dalam hati sambil menengok kanan kiri siapa tahu tiba-tiba Raka datang, toleransi untuk Raka sudah habis untuk hari ini. Sempat terbesit dalam benakku untuk menunggu 5menit lagi tapi tidak!! Bukannya ini sudah menjadi perjanjian jauh-jauh hari? Jadi inilah konsekuensi yang harus Raka terima karena telah melanggar janji. Aku mulai melangkahkan kaki meninggalkan pohon mahoni. Panas matahari seolah siap membakar kulitku, begitu terik. Namun, saat ku pandang langit aku melihat seekor kupu-kupu terbang di atas kepalaku. Indah sekali, sayapnya berwarna merah dengan garis hitam. Inilah kupu-kupu yang kami cari. Sejenak aku menatap kupu-kupu manis ini dengan seksama. Sebenarnya aku sudah sering melihatnya namun kali ini, dikala aku menyaksikannya tanpa Raka entah kenapa kupu-kupu tersebut nampak lebih indah dari biasanya. Ia lama terbang di sekitarku hingga aku seolah tidak merasakan panasnya matahari yang membuat keningku basah kuyup. Sampai kemudian, ia terbang menjauh dan menghilang... mungkin kupu- kupu itu tidak mau mengecewakanku meskipun aku kecewa karena ketidakdatangan Raka.
Aku menuju jalan raya berjalan kaki, melihat kendaraan berlalu lalang membuatku pusing apalagi keringat sudah membanjir. Aku baru mengambil langkah untuk menyeberang ketika tiba-tiba sebuah truk meluncur kencang dari arah kiri setelah menyalip sebuah sedan merah hati padahal dalam kondisi jalan yang begitu ramai seperti ini ada larangan mendahului untuk kendaraan bermuatan berat seperti truk kuning dengan 8 roda besar yang kokoh itu. Entahlah tapi tak ada yang bisa mencegah kejadian ini. Aku yang baru 3 langkah maju benar-benar tak memiliki sedikitpun kemampuan untuk menghindar. Boro-boro untuk berlari, mundur saja aku tak bisa. Dan truk itu semakin mendekatiku, rasanya aku sedang menyaksikan malaikat maut menjemputku, yang aku pikirkan hanyalah bagaimana aku menghadap Tuhan jika aku sungguh akan dijemput? Aku juga belum berpamitan pada ibuku. Dalam hitungan detik, truk menabrak tubuhku. Dan saat itu, aku tak dapat merasakan apa-apa. Hanya saja seolah-olah aku terbang, rasanya damai sekali. Aku sempat mendengar orang-orang berteriak mungkin mencemaskan keadaanku, sebelum akhirnya aku tak sadarkan diri.
#
Aku tidur lama sekali dan aku bermimpi bertemu dengan Raka, ternyata Raka sengaja bersembunyi di belakang pohon dan membiarkanku menunggu. Namun, 1detik sebelum time out dia sudah berdiri di belakangku. Hmm....dia memang sangat menyebalkan. Dan kami menemukan kupu-kupu seperti yang aku lihat ketika aku sendirian di taman. Namun herannya, kupu-kupu itu sama indahnya.
Aku membuka mata sedikit demi sedikit, rasanya badanku sakit semua. Tapi yang paling terasa adalah kakiku. Sosok pertama yang aku tangkap adalah ibuku, kemudian ayah, kakak, dan saudara-saudaraku. Tak ketinggalan pula di sisi kiriku ada Raka disana, dia menggenggam tanganku. Raut wajahnya yang kusut berubah menjadi ceria ketika tau bahwa aku telah sadar. Aku belum bisa berkata, masih berat dan lemas sekali. Hanya senyum simpul yang dapat aku berikan untuk semua yang ada disini. Untuk menyampaikan bahwa aku baik-baik saja.
“ Na, alhamdulillah kamu udah sadar. Kamu tidur lama banget Na, “ kata Raka, walaupun ia berusaha menutupi tapi aku melihat kelopak matanya basah sedikit, Raka menangis.
“ Iya, sudah 1 hari 1 malam kamu tidur, tadi malam Raka menunggu kamu. Kami sangat khawatir, sayang, “ tambah ibu sambil membelai rambutku.
Tenggorokanku kering sehingga sulit untuk memulai berkata, tanganku memberi isyarat bahwa aku ingin minum. Ibu mengambilkan segelas air putih di meja, aku meminumnya. Alhamdulillah terasa lebih lega dan lebih ringan untuk bicara.
“ Jam berapa? “ kalimat pertama yang aku ajukan.
“ Jam 2 siang, sayang, “ jawab ibu. Aku tidur lama sekali, padahal seingatku kemarin aku memejamkan mata secara paksa sekitar pukul 12.35 sampai mataku rasanya membesar.
“ Ibu, aku kenapa? “ tanyaku lagi, aku masih belum ngeh dengan keberadaan Raka.
“ Kamu jatuh di jalan, kecelakaan. Om Dicky yang pertama menemukanmu dan membawa kamu kesini. Bagaimana perasaanmu, sayang? “ kata-kata ibu yang lembut membuatku senang. Tadinya aku pikir tak kan bisa melihatnya lagi jika saat itu nyawaku tak tertolong. Syukur alhamdulillah aku masih bisa membuka mata, terimakasih Ya Tuhan!
“ Aku lapar bu, “ celetukku tiba-tiba dan membuat geli semuanya. Aku memang sangat lapar, 24jam lebih aku tidur kan gak bisa makan dan sekarang perutku kosong sekali, untung saja maaghku gak kambuh.
“ Iya, ibu suapin makan ya, “ ibu mengambil seporsi makanan dan mulai menyuapkannya padaku. Sebenarnya makanan ini terasa aneh di lidahku, sama sekali bukan makanan kesukaanku. Gak manis, gak asin, cuma gurih sedikit. Padahal aku penyuka masakan asin sejati. Tapi ya sudahlah, namanya juga orang lapar apapun oke. Tak disangka nafsu makanku gak berubah, makanan habis aku lahap.
“ Enak makanannya ya Ren? “ tanya Reno, kakakku.
“ Gak berasa, “ jawabku singkat.
“ Kok habis? Laper apa doyan? “ ledek kakakku.
“ Orang lagi laper, ya udah makan aja. “
Raka masih terdiam di sisiku. Ups! Aku tak sadar tidak mempedulikan dia. Tapi kenapa dia jadi pendiam seperti ini? Dia sedikit sekali bicara, mana Raka yang suka bercelotah itu? Aku merasa kehilangan sesuatu dengan kebisuan Raka.
“ Raka, “ panggilku sembari menghadapnya.
“ Iya Na, “ ia kembali menggenggam tanganku, terlihat rasa bersalah yang begitu dalam tergambar di matanya.
“ Kamu kenapa? Kamu khawatir ma aku? Aku gak papa kok Raka, kamu tenang aja. “ aku berusaha menghiburnya.
“ Sayang, ibu keluar dulu ya. Kamu ngobrol dulu sama Raka, “ pamit ibu.
“ Iya, bu, “ jawabku.
“ Na, aku minta maaf gak datang, aku salah buat kamu nunggu. Dan karena aku gak jagain kamu, kamu harus berada disini , “ Raka menundukkan kepala di hadapanku, dia menangis.
“ Raka, “ aku mengelus rambutnya “ Kamu jangan merasa bersalah kaya gitu, iya sih aku kecewa kamu gak dateng tapi ya udahlah gak papa, aku gak nyalahin kamu sama sekali. Semua ini emang udah seharusnya begini, “ Raka masih tidak bergeming, ku angkat wajahnya yang tertunduk. “ Kamu kok nangis? Kamu bilang cowok gak boleh nangis, gak gentle bgt sih. Kamu gak malu apa kalo ada yang lihat? Gak malu juga ma aku? “
Tiba-tiba dia memelukku erat sekali, aku tak tahu harus berbuat apa maka aku membalas pelukannya.
“ Maafin aku Na, “ katanya lagi.
“ Iya, udah aku maafin. Udah kamu jangan minta maaf lagi, “
“ Tapi gara-gara aku kamu harus kehilangan hampir separuh hidup kamu, “ aku tak mengerti apa yang Raka katakan. Aku merasa baik-baik saja, hanya memang sedikit lemah tapi tak ada hal ganjil kok terus kenapa Raka bilang seperti itu?
“ Kamu ngomong apa sih Raka? “ aku jadi ingin tau maksud perkataannya. Sebelum Raka menjawab, ku coba gerakkan satu demi satu bagian tubuhku, tangan, kepala, dan......kaki. Ada sedikit yang berbeda ketika aku berusaha mengerakkan kakiku, berat.
“ Aduh....”, keluhku sebentar.
“ Kenapa Na? “ tanya Raka.
“ Kakiku sakit, Ka. Kok yang kiri gak bisa ditekuk ya? “ aku semakin penasaran apa yang terjadi. Tanpa pikir panjang aku buka selimut yang sedari tadi sempurna menutupi kakiku. Saking sigapnya aku bahkan Raka tak bisa melarangku untuk membukanya.
Dan......................................
Kaki kiriku cuma separuh, apa ini mimpi? Aku terbengong menyaksikannya, masih dengan ketidakberdayaannya Raka memeluk pundakku. Apa ini yang Raka bilang bahwa aku hampir kehilangan separuh hidupku? Jadi aku cacat sekarang? Kakiku di amputasi. Ya Tuhan cobaan apa ini??? Kini aku harus melanjutkan hidupku hanya dengan satu kaki. Air mataku mulai menetes, sedih, hancur dan terpukul melihat kenyataan yang harus aku jalani. Cepat sekali Engkau melakukan ini ya Tuhan, kemarin aku masih bisa berjalan dengan kokoh di atas kedua kakiku untuk menunggu Raka tapi kini? Tapi sudahlah, tiada guna menyesali apa yang sudah terjadi, aku hanya bisa meyakinkan diriku bahwa ini jalan terbaik untukku saat ini menurutNya. Karena Dia sangat sayang padaku, aku yakin ada hikmah besar yang bisa aku ambil. Aku segera menetralisir perasaanku agar Raka dan semua keluargaku tidak mengkhawatirkan hal ini, mungkin mereka takut aku akan syok ketika mengetahuinya. Sementara Raka masih memelukku sambil berlinang air mata, bahkan dia menangis lebih banyak dariku.
“ Na, maafin aku “
“ Iya, “ aku menyeka mataku yang basah dan memandangnya lagi.
“ Na, kaki kamu.....” aku tersenyum padanya, mencoba menahan gejolak hati yang tengah menerpaku saat ini. Dan aku kembali tersedu, terasa lebih dalam dan sakit. Aku pun menunduk lagi.
“ Na….., “ Raka mengelus rambutku lembut serta berusaha menenangkanku. Aku sama sekali tak mampu berkata apa-apa lagi. “ Maafin aku, Na. Tapi kamu tenang aja karena sekarang udah banyak kaki palsu dan kelak kamu bisa memakainya. Kamu masih tetap bisa sekolah dan aku akan bantu kamu. “ tambah Raka.
“ Ka, kamu masih mau kan ngajak aku jalan ke taman lagi? “ tanyaku pada Raka.
“ Iya, tentu. Aku akan ajak kamu kemanapun kamu mau, mulai sekarang aku janji gak akan pernah ninggalin kamu. Aku bakal ngejagain kamu Na tapi kamu jangan sedih ya, kamu pasti kuat. Kamu adalah cewek yang tegar. Ohya, aku juga akan nemenin tiap kamu terapi. Pokoknya selagi bisa, aku selalu di deket kamu untuk bantu kamu, Na. Kita juga bisa ke taman lagi minggu siang untuk melihat kupu-kupu, “ hibur Raka yang berusaha meyakinkanku bahwa semua tidak akan berubah walaupun aku sudah cacat.
“ Ohya Raka, kemarin aku lihat kupu-kupu itu, indah sekali bahkan lebih indah dari yang biasa kita lihat. Sayang aku lihatnya gak sama kamu, ” sesalku.
“ Besok-besok pasti kita bisa kesana lagi, aku janji. “ dan Raka mencium keningku.
#
Semenjak itu, Raka benar-benar menepati janjinya. Dia selalu menemaniku kecuali ketika ia sekolah. Yah, dengan kondisi seperti ini aku belum diijinkan masuk sekolah padahal aku rindu sekali belajar dan bertemu dengan teman-teman. Selama kurang lebih 6 bulan aku hanya bisa menghabiskan waktu di rumah, tak banyak hal yang bisa aku lakukan karena aku tak bisa melakukannya sendiri. Bosan sekali sebenarnya tapi mau gimana lagi. 1 hal yang bisa mengisi kehampaan hatiku adalah keberadaan Raka yang senantiasa menceritakan keadaan di sekolah, di tempat-tempat biasanya kita jalan sehingga walaupun di rumah aku tak ketinggalan hal-hal baru yang tak bisa kusaksikan secara langsung. Selain itu, beberapa teman kerap mengunjungiku dengan sejuta cerita. Senang sekali bisa bercanda bersama mereka lagi. Memang selama 6 bulan ini tempat yang sering aku kunjungi hanyalah rumah sakit, untuk apalagi kalau bukan untuk check up dan memulai terapi kaki. Seperti hari minggu yang cerah ini, Raka sudah sampai di rumahku pukul 9 pagi.
“ Udah mandi, Ka? “ tanyaku sambil menarik kursi roda yang kunaiki.
“ Udah dong enak aja kamu, “ balasnya.
“ Biasanya juga gak mandi kok, hehehehe “ aku mendekatinya.
“ Siap untuk terapi? “ kata Raka sambil sedikit mengacak rambutku.
“ Siap bos! “ candaku.
“ Kita berangkat sekarang yuk! “ ajaknya.
“ Oke! Ibu, ayah, Rena berangkat ya “ pamitku sebelum pergi. Tak berapa lama ayah dan ibu keluar. Raka mendorong kursi rodaku menuju mobilnya. Dengan sigap ia juga membopongku untuk masuk sementara ayah melipat kursi roda dan meletakkannya di kusi belakang.
“ Hati-hati ya, “ pesan ibu.
Ini adalah terapi ketigaku, 2 terapi sebelumnya belum memberikan banyak kemajuan karena kata dokter kakiku masih butuh pelemasan supaya lebih mudah untuk digerakkan. Tapi aku harus bisa!!
“ Raka, kamu tunggu di luar aja ya? “ pintaku sebelum masuk ruang terapi.
“ Kenapa? Aku kan pengen lihat kamu Na, “ ucapnya.
“ Gak papa tapi kalau ada kamu aku jadi gak bisa konsentrasi, “ rayuku.
“ Hmmm...ngelihat cowok ganteng kaya gini ya, hehehe “
“ Siapa bilang? Gak konsen ada makhluk jelek yang ngelihatin aku terus, “ balasku.
“ Ya udah aku tunggu disini ya tapi kalo tiba2 kamu berubah pikiran, aku siap masuk. “
Aku mulai melangkahkan kaki, berat sekali tapi suster terus memacuku untuk bergerak. Dengan sekuat tenaga aku menguatkan pegangan dan berusaha maju, keringat sudah membasahi keningku. 30 menit usai, itu tandanya usai sudah terapiku hari ini. Terapi ini memang hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja agar aku tidak terlalu capek namun harus rutin dilakukan. Setelah mengucapkan terima kasih pada dokter dan suster aku keluar dari ruangan. Raka masih duduk di sana, menungguku. Ku sunggingkan senyum ketika dia menghampiriku.
Seperti tadi pagi, dia pelan mengangkat tubuhku dari kursi roda. Entah kenapa tiba- tiba aku ingin sekali memeluknya. Kulingkarkan kedua tanganku pada lehernya dan menyandarkan kepalaku di pundaknya. Aku tak tahu apa yang aku rasakan tapi mataku basah. Hingga Raka mendudukkanku di dalam mobil. Dia tidak menyadari apa yang terjadi padaku. Kemudian Raka turut masuk dan sepertinya dia menoleh padaku.
“ Na, “ dia memegang pundakku. Aku tak sempat menghapus air mata dan melihatnya.
“ Kamu kenapa kok nangis? “ dia tampak kaget melihatku. Aku cuma menggelengkan kepala namun justru embun ini semakin deras. Aku menunduk dan Raka memelukku erat. Hatiku kebas, ini adalah masa-masa sulit ketika aku benar-benar menyadari aku tak bisa berjalan normal seperti dulu lagi. Hidupku sangat bergantung pada orang lain dan selamanya akan terus begini. Aku tak mampu berkata, hanya saja isak tangisku semakin terasa. Raka mengelus rambutku lembut.
“ Kenapa Na? Apa yang dokter bilang? “ tanya Raka cemas.
“ Dokter gak bilang apa-apa, Raka. “ jawabku, “ aku.............” tak bisa ku lanjutkan, aku kembali memeluk Raka lebih erat. Dan Rakapun tidak bertanya lebih lanjut, dia berusaha menenangkanku dengan caranya memelukku, seolah dia meyakinkan bahwa dia selalu ada untuk menghiburku.
#
Sejak kejadian itu, Raka semakin intensif menjagaku. Tapi aku jadi semakin tidak enak hati, aku merasa waktunya hanya untukku sampai ia tak bisa main sepak bola lagi. Suatu hari aku mengetahui bahwa akan ada turnamen sepak bola antar sekolah. Raka adalah andalan tim inti sekolah, aku berniat untuk menyaksikannya bersama kakakku. Namun aku sungguh kecewa ketika aku mendengar Raka tidak bisa ikut karena jadwal latihan yang terlalu padat padahal kegiatan ini sudah menjadi rutinitasnya sejak dulu, kenapa tiba-tiba dia merasa keberatan?
Sore ini Raka mengunjungiku seperti biasa....
“ Kenapa kamu gak ikut turnamen? “ kataku menginterogasi.
“ Aku pengen istirahat Na, jadi bisa terus jagain kamu, “
“ Bohong! Aku emang butuh kamu tapi aku gak suka gara-gara aku kamu gak ikut turnamen. Aku ngerti banget kamu suka sepak bola. Jagain aku bukan alasan yang tepat untuk kamu absen. Pokoknya kalau kamu tetep gak ikut, aku gak mau ketemu kamu lagi. “ kataku tegas.
“ Tapi Na...”
“ Gak ada tapi-tapian, udah cukup kan apa yang aku bilang tadi? “ aku memutar kursi roda dan masuk ke dalam kamar tanpa memberi kesempatan pada Raka untuk bicara lagi. Ku dengar ia berpamitan pada ibu dan meninggalkan rumahku.
Malam harinya.....
Aku sedang membaca buku Chicken Soup di kamar, Hpku berbunyi, ada sms. Dari Raka.
“ An, aku udah mutusin untuk ikut turnamen. Aku janji akan rajin latihan, dan aku pengen kamu nonton ya di lapangan pusat 2 hari lagi jam 2 siang. “ aku tersenyum senang membaca sms Raka.
“ Iya, insyaAlloh aku dateng. Semangat ya! “ balasku.
Tiba pada hari itu, aku datang ke lapangan sepak bola bersama kak Reno. Kami mengambil posisi paling depan pojok kanan karena aku tetap duduk di kursi roda. Aku juga bertemu beberapa teman sekolah yang ingin menyaksikan pertandingan. Aku melihat Raka bersama tim, dia menangkap keberadaanku dan berjalan menghampiri.
“ Udah siap kan Raka? “ kataku.
“ Siap!! Doain ya Na “
“ Siiip! “ ku acungkan 2 jempol ke arahnya.
Babak pertama dimulai, Raka dan tim mulai menggiring bola. Aku sangat bersyukur masih bisa menyaksikan Raka main bola. Sepanjang jalannya pertandingan sosok Raka tetap mempesona, dia sangat lihai menguasai bola. Alhasil, dia berhasil memasukkan 2 gol, hore!! Akhirnya tim Raka menang dengan skor 3-2. Sebelum pulang, kak Reno meninggalkanku ke toilet sebentar di dekat lapangan. Sedangkan aku menunggu di jajaran bangku penonton. Tiba-tiba segerombolan cowok mendekatiku, tampang mereka biasa saja sehingga aku tak banyak khawatir. Namun salah satu di antara mereka menyenggol kursi rodaku sementara yang lain tertawa dengan bahak, aku tidak berdaya untuk mengelak tapi aku yakin pasti mukaku saat ini sangat ketakutan. Dan salah satu yang sedari tadi berdiri di belakangku mendorong kursi roda yang kutumpangi dengan keras, sampai aku terjatuh.
“ Auw....” teriakku agak keras tapi cukup untuk mengalihkan perhatian Raka yang sedang berkumpul bersama tim. Dia segera berlari mendekatiku yang sudah jatuh di atas rumput lapangan dengan posisi kursi roda hampir terbalik.
“ Apa yang kalian lakukan? “ katanya geram pada segerombolan anak tadi yang ternyata masih disana dan menertawakanku. Tak ada satupun yang menjawab justru mereka tertawa semakin terbahak. Mereka baru pergi ketika anak-anak 1 tim Raka datang dan mengusir mereka.
“ Rena, kamu gak papa? “ Raka cemas. Aku hanya mengangguk dan menutupi mukaku, aku menangis. Tak disangka pertama kali aku keluar rumah, aku benar-benar tidak bisa diterima. Kenapa mereka tega melakukannya padaku. “ Jangan takut ya Na, mereka udah pergi “ kemudian Raka membopongku ke kursi roda lagi. Kak Reno yang baru datang kaget melihat bajuku kotor tapi Raka segera menjelaskannya.
#
6 bulan sudah, hari ini aku mulai bisa sekolah. Sebenarnya aku sudah bisa memakai kruk untuk berjalan namun belum terlalu lincah sehingga dokter menyarankan agar aku memakai kursi roda dulu untuk sekolah. Setiap hari Raka manjemput dan mengantarku pulang, dia juga tak jarang mengunjungiku di kelas karena kami berbeda kelas. Kedekatan kami tentu saja bukan hal yang patut diperbincangkan karena teman-teman sudah paham bahwa kami dari dulu memang sudah dekat.
“ Raka, aku pengen deh lihat kamu punya pacar, “ ucapku suatu hari ketika istirahat di kantin.
“ Ha? Pacar? Buat apa? “ candanya.
“ Raka, kamu gak lupa kan kita udah kelas tiga SMA bentar lagi kita kuliah. Masa kamu sama sekali gak pernah suka sama cewek, “ ledekku.
“ Ya pernah lah Na, tapi aku masih belum mau pacaran. Ntar kalo aku punya pacar siapa yang mau jagain kamu, “
“ Hmm...kalo itu mah gak usah khawatir. Sekarang aku udah lebih bisa ngapa-ngapain sendiri, kan aku bisa pake kruk, “ kataku. “ Aku pengen lihat kamu bahagia sama orang yang kamu sayang Ka “ kalimat itu begitu saja keluar dari mulutku, entah Raka menanggapinya dengan serius atau tidak tapi dia sempat memandangku sebentar.
Akhir-akhir ini masalah Raka dengan cewek agak menganggu pikiranku, aku sudah bersama-sama Raka sejak kelas 4 SD, jadi kurang lebih hampir 9 tahun dan selama itu jarang sekali aku mendengar Raka mendekati cewek. Apa mungkin karena kami begitu dekat sehingga cewek-cewek gak mau merespon Raka? Padahal kami kan hanya sahabat, tak lebih dari itu. Kisah cintaku memang tidak sekosong Raka. Ketika SMP kelas 2 aku sempat menyukai seseorang, namanya Dimas. Dia anak basket sekaligus aktifis OSIS, kami dekat karena kami sering bekerja sama. Aku tahu Dimas punya perasaan yang sama, dalam beberapa kesempatan dia kerap memberiku hadiah. Namun, dia tak pernah mengungkapkan perasaannya secara langsung padaku sampai akhirnya dia melanjutkan SMA di luar kota. Setelah itu aku tak pernah mendengar kabarnya tapi 2 bulan yang lalu ketika ia tahu aku kecelakaan dia datang menjenguk, masih dengan ketidakjelasan dan tanpa kata-kata mengenai hubungan kami. Saat itu, Raka tak henti-hentinya meledekku. Katanya Dimas tuh sebenarnya sayang sama aku tapi terlalu gengsi untuk jujur ( sok tau bgt ya ). Sampai saat ini, alhamdulillah kami masih berkomunikasi. Beberapa kali juga aku ditembak cowok, ada yang lewat teman sekelas, ngajak ketemuan lewat surat, dan tak sedikit yang meminta bantuan Raka karena mereka pikir Raka tau segalanya tentang aku. Bahkan di saat aku ultah atau perayaan valentine tiba- tiba aku mendapatkan kado yang datang dari Raka.
Tak terasa kami sudah masuk semester 2 kelas 3, itu artinya UAN semakin dekat. Syukur alhamdulillah kakiku sudah mudah untuk bergerak, kini aku bisa memakai kruk untuk sekolah. Tapi mulai awal semester ini aku menangkap sebuah perubahan dalam diri Raka. Dia jarang mengunjungiku, bukan jarang tepatnya tapi tidak sesering dulu ( dulu kan setiap hari ). Tapi aku maklum karena seluruh siswa kelas 3 memang sangat sibuk menghadapi UAN, mulai dari pengayaan di sekolah belum lagi les privat yang aku ambil di rumah untuk lebih mengintensifkan belajarku. Sosialisasi dari beberapa universitas juga sudah banyak yang mendatangi sekolah kami. Aku mengikuti jalur pmdk sebuah universitas negeri di semarang sedangkan Raka memilih jurusan komunikasi di kota yang sama. Untung saja persyaratannya tidak terlalu ribet, aku hanya perlu mengumpulkan fotokopi raport yang sudah dilegalisir, selebihnya pihak TU yang mengurus.
Suatu ketika kak Reno mengajakku jalan-jalan naik mobil. Di depan sebuah toko aksesoris, aku melihat Raka dengan seorang cewek. Kalo aku tidak salah lihat itu kan Sandra, teman seangkatan sesama aktif di OSIS waktu SMP dulu. Senyum tersungging di bibirku, aku senang melihat Raka pergi berdua dengan cewek. Tapi kenapa Raka tidak bercerita apa-apa ya?
“ Na, aku mau ajak kamu ke taman minggu besok. Kamu mau kan? “ tanya Raka ketika menjemputku jumat pagi.
“ Oke, aku tunggu ya “
Waktu merangkak begitu cepat, hari minggu tiba. Aku sudah siap dijemput pukul 11 dan tak berapa lama Rakapun datang. Kami menuju ke taman, sudah cukup lama kami tidak kesini jadi aku sangat rindu tempat yang menyimpan begitu banyak kenanganku bersama Raka. Aku berjalan tertatih dengan kruk, Raka setia mengiringi langkahku yang begitu pelan hingga kami sampai di bawah pohon mahoni besar yang semakin rimbun.
“ Tumben kamu ajak aku kesini, Raka, “ tegurku.
“ Aku pengen ngobrol banyak ma kamu, Na, “ dia bersandar di batang pohon yang besar. Aku menoleh ke arahnya. “ Mau bersandar sama aku? “ kata Raka menawari, tangannya terbuka. Tanpa ragu aku menyambutnya, aku mundur sedikit lalu menyandarkan tubuhku di lengan kirinya. Dia memelukku lagi, kepalaku tepat sekali berada di bawah kepalanya.
“ Mau ngobrol apa? “
“ Aku lagi deket sama cewek, Na “
“ Sama Sandra ya? “ kataku seolah menebak.
“ Kok kamu tau? “ dia kaget karena tebakanku benar.
“ Iya dong, Rena gitu loh. Tapi kamu kok gak cerita ma aku sih, “
“ Ini lagi mau cerita. Aku deket sama dia juga belum lama, sekitar 1 bulan ini. Dia baik, lucu, perhatian. Aku juga mengagumi kepribadiannya tapi aku masih belum yakin apa dia cewek yang cocok untukku. Aku gak mau salah langkah Na apalagi sampai menyakiti perasaan Sandra tapi sampai saat ini aku gak bisa berbuat banyak. “ Raka terlihat sangat bingung.
“ Raka, perjuangan kamu baru di mulai, kamu jangan putus asa dulu dong. Kamu harus berani ambil resiko, kamu gak akan tau hasilnya sebelum mencoba kan? Jadi kamu seharusnya positive thinking, sepahit apapun yang akan terjadi kamu harus terima. Cinta itu sudah selayaknya diperjuangkan, dan sebagai cowok tunjukkan kejantananmu. Hehehe, “ aku memegang tangan Raka dan menatapnya. “ Alloh selalu bersama orang yang mau berusaha, kamu itu orang baik dan insyaAlloh orang baik gak akan jauh dari kebaikan. Kamu harus percaya itu ya, “ Raka tersenyum mendengar kata-kataku.
“ Makasih ya Na, kamu selalu bisa membuatku tenang. Aku sayang bgt sama kamu, Na, “
“ Iya dong, kita kan BFF ( best friend forever ) “ ucapku lalu mencubit pipinya.
#
Kini, kami sudah beranjak remaja, 18 tahun. Kami kuliah di kota yang sama namun berbeda universitas. Kami diterima lewat jalur pmdk yang pernah kami ikuti dulu. Sudah 2 tahun pula sejak kecelakaan itu, kini aku bisa mandiri. Kuliahku menyenangkan, kadang-kadang Raka berkunjung ke kostku jika ada waktu luang. Ohya, mengenai Sandra aku tidak pernah mendengar tentangnya lagi dari Raka sejak di taman itu. Tapi Lani bilang Sandra juga kuliah di kota ini.
Sabtu sore, Raka janji akan datang ke kost. Aku menunggunya sedari pukul 5 sembari ngobrol dengan anak-anak kost. Sampai adzan maghrib dan menjelang pukul 7 Raka belum datang. Lalu kuputuskan untuk menunggunya diluar. Semakin malam udara semakin dingin, untung saja aku ditemani Dina dan Eva.
“ Emang tadi Raka bilang mau ke sini jam berapa Na? “ tanya Eva.
“ Gak bilang tepatnya sih, cuma katanya sore, itu doang. “
“ Ini udah hampir jam8 lho, mungkin aja Raka ada kepentingan jadi gak dateng. “ kata Dina.
“ Tapi kan mestinya dia ngabarin. Kamu udah berusaha sms dia? “ tambah Eva.
“ Hpnya gak aktif, “ jawabku lemah.
1 jam lewat sudah, jam berkunjung kost juga sudah habis. Dina dan Eva mengajakku masuk apalagi hujan mulai turun namun aku masih berat. Sampai kak Mira merayuku dan memintaku masuk baru aku nurut. Eva membalik kursi rodaku dan mendorongnya masuk. Baru saja kami hendak memasuki daun pintu, aku mendengar suara Raka memanggil.
“ Rena....” aku menoleh dan benar Raka berdiri di pintu gerbang yang sudah tertutup.
“ Raka...” aku begitu senang dengan kedatangannya. Aku kembali membalikkan kursi roda dan hendak menghampiri Raka tapi ka Mira menghentikanku, mengambil payung ke dalam lalu berjalan menuju gerbang, membukakan pintu untuk Raka. Sementara aku menunggu di teras.
“ Maafin aku, Na “ dia spontan memelukku, tidak terlalu erat karena dia sadar bajunya basah dan dia gak mau membuatku kedinginan. “ Hpku ketinggalan, aku gak bisa ngasih tau kamu. Tapi aku janji aku akan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Kamu mau maafin aku kan? “ pinta Raka sambil memegang kedua pipiku. Dan aku mengangguk. Sekali lagi dia mendekapku tapi tiba-tiba aku merasa lemas sekali, pusing dan aku tak sadarkan diri.
#
Aku bermimpi.........
Ku lihat Raka pergi meninggalkanku bersama seorang wanita, dia bahkan tidak peduli padaku ketika aku berteriak memanggilnya. Dia terus berjalan menjauh dariku bahkan tidak menolong saat aku terjatuh dari kruk. Aku takut sekali...
“ Raka....” aku terbangun. Ini masih tengah malam, pukul 2 pagi. Kak Mira dan Eva menungguku, mereka baik sekali. Untung mereka tidak terbangun dengan teriakanku. Aku merasa lebih baik, tidak pusing lagi. Namun bayang-bayang Raka dalam mimpi masih menganggu. Apa arti dari mimpi barusan?? Ku ambil HP lalu ku buka foto kami berdua ketika awal kuliah dulu. Aku sayang Raka......
Untuk menebus kesalahannya, minggu pagi Raka sudah stand by di kost. Dia mengajakku ke taman dekat kampusnya. Dari dulu kami memang sangat identik dengan taman ya? Dimanapun berada, tempat yang paling nyaman bagi kami adalah taman.
“ Kamu kok cemberut aja, Na? “ tegur Raka dalam perjalanan. “ Kamu marah ma aku ya? “
“ Kalo iya kenapa? Kamu ingkar janji, Raka “
“ Aku tau aku salah, Na. Tapi semua ada penjelasannya, kamu mau dengerin kan? “
Sesampainya di taman, Raka mendorong kursi rodaku menuju tempat duduk di dekat air mancur. Dia mulai berkata....
“ Sebenarnya sebelum aku ngajak kamu pergi kemaren sore, aku berencana ngajak Sandra jalan. Tapi dia menolak jadi aku kepikiran untuk dateng ke kost kamu aja. Ternyata di luar rencana sabtu siang Sandra telepon dan bilang dia mau jalan ma aku. Waktu itu aku udah bilang kalau aku punya janji sama kamu tapi katanya kalau cuma itu kesempatanku, dia gak akan pernah mau aku ajak pergi lagi lain waktu. Karena saking bingungnya, sampai Hpku ketinggalan padahal niatnya aku mau sms kamu. Aku juga tak enak hati pinjam hp Sandra. Jadi selesai nganter Sandra pulang, aku berusaha untuk menemui kamu walaupun sebentar. Aku nyesel atas kejadian ini, Na. Aku gak bermaksud buat kamu nunggu di luar selama itu dan buat kamu pingsan gara-gara kedinginan. Aku minta maaf, “ Raka meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Jauh dalam lubuk hati, aku sungguh kecewa pada Raka. Kini aku baru benar-benar merasa akan kehilangan Raka, walaupun aku pernah bilang ingin melihatnya bahagia bersama orang yang dia sayang namun sepertinya bukan Sandra cewek yang aku maksud.
“ Ohya Na, aku pengen kamu ketemu Sandra. “ Raka pergi sebentar lalu kembali bersama Sandra. Ia cantik, manis, putih, dan tentu saja sudah banyak berubah sejak menjadi mahasiswi.
“ Kami udah jadian, Na “ kata Raka. Sandra tersenyum dan mengulurkan tangan. Aku membalas dengan kikuk. Mereka jadian? Secepat itu? Kenapa berita ini begitu memukulku? Aku bahkan tidak merasa ada firasat apa-apa, hanya mimpi tidak jelas tadi malam kan??
“ Selamat ya, semoga kalian langgeng, “ aku berusaha menunjukkan bahwa aku turut bahagia. Meskipun hati ini belum rela.
“ Makasih, Na “ balas Sandra.
“ Emm...Raka, aku mau pulang sekarang “ kataku.
“ Kita kan belum makan, Na. Lagian kita baru sebentar di sini, “ Raka mencegahku.
“ Iya, Na. Mending kamu temenin Raka jalan-jalan dulu soalnya aku gak bisa lama-lama, aku ada janji sama temen. “ Sandra menambahkan. Aku mengangguk tanda setuju lalu ia pun pergi.
Kemudian Raka mengajakku keliling taman, ada banyak bunga-bunga indah, beraneka ragam, serta tak ketinggalan kupu-kupu. Aku sangat senang ketika sebuah kupu-kupu cantik hinggap di lenganku.
“ Kupu-kupunya bagus ya, Raka “ aku diam mengamatinya, Raka juga ikut duduk di sampingku. Tak berapa lama kupu-kupu terbang tinggi....
“ Aku seneng lihat kamu senyum kaya gini, Na. Kamu jangan pingsan-pingsan lagi ya, aku takut kamu kenapa-kenapa. “ muka Raka sangat serius, gak biasanya.
“ Apaan sih serius amat, kemaren kan aku kecapekan nunggu kamu jadi aku pingsan tapi sekarang aku udah sehat lagi, lihat kan? “
“ Iya, aku emang salah. Aku punya tanggung jawab penuh jagain kamu di sini, Na. Ayah ibu kamu udah percaya bgt sama aku dan aku gak pengen ngecewain mereka. “ kami menatap satu sama lain.
“ Raka, aku boleh peluk kamu? “ tanyaku.
“ Kenapa harus ijin dulu? “ katanya heran.
“ Karena sekarang kamu bukan jomblo lagi, aku gak mau bikin Sandra cemburu dan marah sama kamu gara-gara kita terlalu deket. Gimanapun juga kamu harus mikirin perasan Sandra karena dia adalah pacar kamu, “ aku mengingatkan Raka sejenak akan statusnya sekarang.
“ Tapi aku gak pengen persahabatan kita berubah, Na. Aku ingin kita tetap sama. Dulu, kemaren, besok, dan seterusnya. “ Aku langsung merangkulnya sebelum dia melihat mataku basah. Takut yang aku rasakan di mimpi tadi malam sungguh jelas tergambar sekarang, mungkin inilah yang ingin Alloh kasih tau padaku.
Dan benar saja, pertemuanku dan Raka semakin jarang saja. Aku memang tidak pernah minta ketemu. Dalam artian, aku tidak mengharuskan Raka datang 1minggu 3 kali seperti biasanya. Raka hanya datang tiap jumat sore, itu juga tidak lama. Selebihnya dia menghabiskan waktu bersama Sandra, pacarnya. Jujur aku merasa sangat kehilangan sosok Raka, hubungan kami kebanyakan dari komunikasi saja. Tapi tak apalah yang penting Raka tidak lupa padaku. Sampai aku berkenalan dengan Gilang, anak Akuntansi 2 tahun di atasku. Kami bertemu di acara seminar nasional mengenai dunia tulis menulis yang diselenggarakan oleh Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Gilang kerap mengunjungiku ke kost, badannya tinggi tegap, manis, dan berotot, dia pemain basket. Kadang aku berkata apa dia gak malu jalan ma aku padahal semua orang juga tau sangat repot bepergian bersamaku. Yang harus mengiringi langkahku dengan kruk.
“ Aku gak akan kehilangan muka gara-gara jalan atau ketemu sama kamu, Ren. Tapi yang pasti aku ingin sekali jadi orang yang bisa jagain kamu. Aku gak rela cewek manis dan berkepribadian mulia seperti kamu di sia-siakan. Aku tau kamu gak selemah yang orang lihat. Karena kamu selalu bertekad untuk sembuh, sembuh, dan sembuh. Itulah yang buat aku sadar bahwa aku harus mensyukuri apa yang aku punya sekarang. Dan karena kamu juga, aku bisa bersikap lebih baik kepada orang tuaku. Dalam kondisi begini, kamu masih bisa ngajarin orang yang secara fisik sehat seperti aku ini. Kamu bahkan lebih mengenal hidup dan kehidupan jauh dibanding aku. Aku senang bisa ketemu dan kenal kamu, Na, “ itu yang Gilang katakan, bijaksana ya.
Aku akui perhatian Gilang lebih banyak dari Raka, aku pun tak bisa menyalahkan Raka karena dia punya pacar. Itu semua adalah hak Raka sepenuhnya. Tapi memang rasa kehilangan itu tetap ada. Selama 9 tahun, Raka sudah menemaniku. Sekarang saatnya Raka mencari kebahagiaannya, aku akan berusaha ikhlas. Dengan lebih mendekatkan diri pada Gilang, aku berharap bisa sedikit melupakan kekosongan hatiku gara-gara Raka tapi sulit sekali. Gilang juga tau tentang Raka.
2 hari sebelum tgl 15 Mei yang berarti hari ulang tahunku, Raka datang ke kost. Ini adalah kunjungan pertamanya setelah 10 hari lamanya.
“ Na, kamu mau hadiah apa besok? “ tanyanya.
“ Aku gak minta apa-apa, aku cuma pengen kita tetep jadi sahabat untuk selamanya. “
“ Ah, sok romantis kamu, “ ledeknya. “ Kalo gitu, aku traktir kamu makan aja ya “
“ Wah, mau dong ditraktir. Aku jadi semangat nih, hehehe “
“ Huu dasar! Tapi aku pengen kita pergi berdua aja ya, lama kan kita gak jalan? “
“ Ya iya lah orang kamu sibuk pacaran terus, “ candaku sembari tersenyum.
Kali ini Raka tidak bohong, dia menjemputku sehabis maghrib untuk dinner di sebuah tempat yang sangat indah. Katanya sih Bukit Bintang gitu deh, Bukit karena tempatnya tinggi dan Bintang itu dari cahaya lampu-lampu kota di malam hari. Cukup romantis.
“ Suka gak? “ tanya Raka.
“ Suka, ada ya tempat indah kaya gini. Mesti kamu sering ke sini sama Sandra ya? “ tebakku.
“ Gak kok, belum pernah malah. Aku tau tempat ini juga dari Danny, “ dia melanjutkan makan. “ Mau nyobain gak? Enak lho “ dia mendekatkan sendok ke mulutku, aku maju sedikit untuk mencicipinya.
“ Makasih ya Raka udah ngajak aku ke sini. Aku seneng banget malam ini, “ ucapku. Kami sedang duduk bersama di pojok restoran sambil menikmati pemandangan.
“ Sama-sama, aku sebenarnya kangen bgt sama kebersamaan kita, Na. Ohya, aku ada kado buat kamu, “ dia merogoh saku dan mengeluarkan sebuah bungkusan kecil. “ Happy Birthday, my best friend forever “ Raka merangkul pundakku dan mencium keningku.
“ Makasih.....”
lianayank,14 Jan 2011
http://cerpen.net/cerpen-remaja/ketika-aku-tanpamu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar